Beta Eviana Rohmahningrum

fakultas ekonomi dan bisnis islam

ZAKAT SAHAM DAN OBLIGASI

Tinggalkan komentar

  1. PENDAHULUAN

 

Zaman modern ini mengenal satu bentuk kekayaan yang diciptakan oleh kemajuan dalam bidang industri dan perdagangan di dunia, yang disebut “saham dan obligasi”. Saham dan obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khusus yang disebut “Bursa Kertas-kertas Berharga”. Kertas-kertas berharga ini oleh ahli-ahli keuangan yang di beri nama “Nilai Terbawa” dan mengenakan pajak atas pendapatanya yang selalu mengalir, disebut “pajak pendapat atas nilai terbawa”, bahkan sebagian lain menghendaki agar pajak juga di kenakan atas saham itu sendiri berdasarkan bahwa pajak adalah pajak atas kekayaan.

 

  1. RUMUSAN MASALAH

 

  1. Apa Pengertian zakat saham?
  2. Bagaimana landasan hukum, nishab, waktu, kadar dan cara mengeluarkan zakat saham?
  3. Apa pengentian zakat obligasi?
  4. Bagaimana landasan hukum, nishab, waktu, kadar dan cara mengeluarkan zakat obligasi?
  5. Apa saja syarat wajib zakat saham dan obligasi?

 

  • PEMBAHASAN
  1. Zakat Saham

Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan dengan kepemilikannya adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada setiap akhir tahun, yang biasanya pada waktu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dapatlah diketahui keuntungan (deviden) perusahaan, termasuk juga kerugiannya. Pada saat itulah dientukan kewajiban zakat terhadap saham tersebut.[1]

  1. Landasan Hukum, Nishab, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Saham

Banyak orang yang memiliki saham perusahaan tidak mengetahui bagaimana hukum zakat saham-sahamnya itu. Ada yang mengira bahwa saham-saham itu tidak wajib zakat, tetapi itu salah. Ada pula ynag mengira saham-saham itu mutlak wajib zakat, tetapi itu juga salah. Yang benar adalah bahwa harus dilihat bentuk saham itu sesuai dengan bentuk berusahaan yang menerbitkannya.

Bila perusahaan itu merupakan perusahaan industri murni, artinya tidak melakukan kegiatan dagang. Misalnya perusahaan-perusahaan cuci, pendinginan, hotel, biro, iklan, angkutan laut dan darat, kereta api, dan penerbangan, maka saham-sahamnya tidaklah wajib zakat. Oleh karena harga saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan-perlengkapan, gedung-gedung, dan lain-lainya yang berfungsi seperti itu. Tetapi keuntungan disatukan kedalam kekayaan pemilik-pemilik saham itu dan zakatnya dikeluarkan sebagai zakat kekayaan (artinya bila ia dengan kekayaan-kekayaan lain bersama detahun dan cukup senisab).

Bila perusahaan itu merupakan perusahaan dagang murni yang membeli dan menjual barang-barang tanpa melakukan kegiatan pengolahan, misalnya perusahaan yang menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang internasional, perusahaan-perusahaan import eksport, atau merupakan perusahaan industri dan dagang, seperti perusahaan-perusahaan yang membeli dan mengimport bahan-bahan mentah kemudian mengolahnya dan kemudian menjualnya, seperti perusahaan-perusahaan kimia, maka saham-saham perusahaan itu wajib zakat. Seluruh nilai gedung-gedung dan alat-alat itu dinilai sekitar lebih kurang seperempat harga seluruh kekayaan, kemudian baru zakat di keluarkan dari sisanya. Dan jumlah kekayaan bersih itu dapat pula diketahui dari neraca perusahaan yang biasanya dimuat setiap tahun dalam Koran-koran.[2]

Karena itu, dari sudut hukum, saham termasuk kedalam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kewajiban zakat ini akan lebih jelas dan gambling, apabila dikaitkan dengan nash-nash yang bersifat umum, seperti surat At-taubah :103 dan Al-baqarah 267, yang mewajibkan semua harta yang dimiliki untuk di keluarkan zakatnya.

Berdasarkan keterangan di atas, zakat saham dianalogikan pada zakat perdagangan, baik nishab maupun kadarnya, yaitu nishabnya senilai 85 gram emas dan kadarnya sebesar 2,5 persen. Yusuf al-qardawi memberikan contoh, jika seseorang memiliki saham senilai 1.000 dinar, kemudian di akhir tahun mendapatkan deviden atau keuntungan sebesar 200 dinar, maka ia harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari 1.200 dinar atau 30 dinar. Sementara itu, Muktamar Internasional pertama tentang zakat (Kuwait, 29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa jika perusahaan telah mengeluarkan zakatnya sebelum deviden di bagikan kepada para pemegang saham, maka para pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum mengeluarkan, maka tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya.

  1. Zakat Obligasi

Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan, atau pemerintah kepada pemegangnya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula. Yusuf al-qardhawi mengemukakan perbedaan antara saham dan oblligasi, sebagai berikut: pertama, saham merupakan bagian dari harta bank atau perusahaan, sedangkan obligasi merupakan pinjaman kepada perusahaan, bank atau pemerintah. Kedua, saham memberikan keuntungan sesuai dengan keuntungan perusahan atau bank, yang besarnya tergantung pada keberhasilan perusahaan atau bank itu, tetapi juga menanggung kerugianya. Sedangkan obligasi memberikan keuntungan tertentu (bunga) atas pinjaman tanpa bertambah atau berkurang.

Ketiga, pemilik saham berarti pemilik sebagian perusahaan dan bank itu sebesar nilai sahamnya. Sedangkan pemilik obligasi berarti pemberi utang atau pimjaman kepada perusahaan, bank atau pemerintah. Keempat, deviden saham hanya dibayar dari keuntungan bersih perusahaan, sedangkan bunga obligasi di bayar setelah waktu tertentu yang ditetapkan.[3]

  1. Landasan Hukum, Nishab, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Obligasi

Pemilik obligasi sesungguhnya pemilik piutang yang di tangguhkan pembayarannya tetapi harus segera di bayar bila temponya sampai . waktu itu zakatnya wajib dibayar untuk setahun bila obligasi itu sudah berada di tangannya setahun atau lebih. Ini adalah pendapat Malik dan Abu Yusuf. Tetapi bila temponya belum sampai, maka pembayaran zakatnya tidak wajib, karena ia merupakan piutang yang tertangguhkan. Begitu juga apabila belum cukup setahun dalam pemilikannya, berdasarkan ketentuan bahwa zakat wajib apabila sudah berlalu satu tahun.

Karena obligasi bertumbuh dan memberikan kepada pemberi pinjaman itu bunga, sekalipun bunga haram. Haramnya bunga tidak bisa dijadikan alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat, oleh karena mengerjakan perbuatan terlarang tidak bisa mengerjakannya keistimewaan.

Ulama-ulama besar seperti Abu Zahra, Abdur Rahman Hasan, dan Khalaf, berpendapat bahwa saham dan obligasi adalah kekayaan yang diperjual-belikan, karena pemiliknya memperjual-belikan dengan menjual dan membelinnya dan dari pekerjaannya itu pemilik memperoleh keuntungan persis seperti pedagang dengan barang daganganya, karena harga yang sebenarnyayang berlaku di pasar berbeda dari harga yang tertulis dalam kegiatan jual-beli tersebut.

Berdasarkan pandangan itu, maka saham dan obligasi termasukk ke dalam kategori barang dagang, karena itu benar bila termasuk objek zakat seperti kekayan-kekayan dagang lain dan dinilai sama dengan barang dagang. Hal itu berarti bahwa zakat dipungut tiap di penghujung tahun sebesar 2,5 % dari nilai saham-saham, sesuai dengan harga pasar pada saat itu dan setelah ditambah dengan keuntungan, dengan syarat pokok dan keuntungannya itu cukup senisab atau ditambah dengan dari sumber lain cukup senisab.[4]

Selama perusahaan tidak memproduksi barang-barang atau komoditas-komoditas yang dilarang, maka saham menjadi salah satu obyek atau sumber zakat. Sedangkan obligasi sangat tergantung kepada bunga yang termasuk kategori riba yang dilarang secara tegas oleh ajaran islam. Meskipun demikian, yang menarik adalah bahwa sebagian utama, walaupun sepakat akan haramnya bunga, tetapi mereka tetap menyatakan bahwa obligasi adalah salah satu obyek atau sumber zakat dalam perekonomian modern ini.

Jika obligasi hanya tergantung pada bunga, maka bukan merupakan obyek atau sumber zakat. Karena zakat hanyalah diambil dari harta yang jelas baik dan halal. Sementara bunga termasuk kategori riba, dan riba sangat jelas keharamanya, baik dalam jumlah yang sedikit maupun yang berlipat ganda.

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah Ali Imran: 130,

Surah al-baqarah 278

Keharaman riba (bunga) disamping berlandaskan kepada ayat-ayat tersebut di atas, beberapa buah hadits Nabi yang sahih, juga hampir seluruh ulama berpendapat hal yang sama, bahkan sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI) kedua yang berlangsung di Karachi Pakistan pada bulan Desember 1970 menyatakn hal yang sama pula, yaitu bahwa praktik bank dengan system bunga adalah tidak sesuai dengan syariat islam.[5]

  1. Syarat Wajib Zakat Saham dan Obligasi

Berikut adalah sayarat wajib zakat saham dan obligasi:

  1. islam
  2. merdeka
  3. Milik sendiri.
  4. Cukup haul.
  5. Cukup nishab.[6]
  1. KESIMPULAN

Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan dengan kepemilikannya adalah saham, perusahaan industri murni misalnya perusahaan-perusahaan cuci, pendinginan, hotel, biro, iklan, angkutan laut dan darat, kereta api

DAFTAR PUSTAKA

 

[1] Didin hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press), hal. 103

[2] Yusuf al-qhardawi, Hukum Fiqih, (Jakarta : pustaka litera, 1973), hal. 490

[3] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, hal 105

[4] Yusuf al-qhardhawi, Hukum Zakat, hal 495-496

[5] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modal, hal. 105-106

[6] http://makalah-ibnu.blogspot.com diakses pada tanggal 23 oktober pada jam 11.46 wib

Tinggalkan komentar